Eks Panglima TNI: Jiwa Korsa Tidak Untuk Langgar Hukum
Reporter : Andrian Salam Wiyono
Sabtu, 6 April 2013 15:15:41
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn)
Endriartono Sutarto menganggap jiwa korsa yang ditanamkan seorang militer
adalah sebuah keniscayaan. Namun hal itu bukanlah dilakukan untuk melanggar
hukum, melainkan untuk memenangkan pertempuran.
Seperti yang dilakukan 11 prajurit grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasuro, Jawa Tengah. Mereka menyerang Lapas Cebongan itu jelas perbuatan yang salah.
"Jiwa korsa adalah keniscayaan suatu unit. Tapi dalam peristiwa itu jiwa korsa yang tidak diarahkan tentu melanggar hukum," katanya dalam Silaturahmi Akbar di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Sabtu (6/4).
Dia menyadari setiap anggota militer memang ditanamkan betul dalam dirinya untuk memiliki jiwa korsa yang tinggi. Saat satu anggota salah, semua akan menanggung malu. Saat kawanannya ada yang kurang, mereka akan bahu membahu.
"Ini adalah roh kesatuan militer, karena keterampilan saja tidak mampu memenangkan. Tapi loyalitas dan jiwa korsa yang tinggi akan menimbulkan satu kesatuan," jelasnya.
Dalam peristiwa Cebongan yang menewaskan empat tahanan rupanya jiwa korsa menyebabkan dendam. Jelas tindakan tersebut dikatakan dia adalah perbuatan yang melawan hukum meski didasari atas nama loyalitas.
Almarhum Sersan Kepala Santoso yang tewas dikeroyok di Hugo's Cafe memang bukan prajurit sempurna. Namun, bukti kebersamaan membentuk jiwa korsa. Semangat yang selalu mengikat kemiliteran.
Endriartono mengaku TNI selalu mengarahkan jiwa korsa yang positif terhadap prajurit. Misal saat salah satu anggota melanggar lalu lintas dan ditilang polisi kemudian malah diserang serta ditabokin. "Maka itu jiwa korsa yang negatif," katanya.
Yang benar menurutnya, jika jiwa korsa ditanamkan secara positif mereka mendukung proses hukum yang telah dilalui. "Itu mungkin salah satu jiwa korsa yang positif," tandasnya.
Seperti yang dilakukan 11 prajurit grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasuro, Jawa Tengah. Mereka menyerang Lapas Cebongan itu jelas perbuatan yang salah.
"Jiwa korsa adalah keniscayaan suatu unit. Tapi dalam peristiwa itu jiwa korsa yang tidak diarahkan tentu melanggar hukum," katanya dalam Silaturahmi Akbar di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Sabtu (6/4).
Dia menyadari setiap anggota militer memang ditanamkan betul dalam dirinya untuk memiliki jiwa korsa yang tinggi. Saat satu anggota salah, semua akan menanggung malu. Saat kawanannya ada yang kurang, mereka akan bahu membahu.
"Ini adalah roh kesatuan militer, karena keterampilan saja tidak mampu memenangkan. Tapi loyalitas dan jiwa korsa yang tinggi akan menimbulkan satu kesatuan," jelasnya.
Dalam peristiwa Cebongan yang menewaskan empat tahanan rupanya jiwa korsa menyebabkan dendam. Jelas tindakan tersebut dikatakan dia adalah perbuatan yang melawan hukum meski didasari atas nama loyalitas.
Almarhum Sersan Kepala Santoso yang tewas dikeroyok di Hugo's Cafe memang bukan prajurit sempurna. Namun, bukti kebersamaan membentuk jiwa korsa. Semangat yang selalu mengikat kemiliteran.
Endriartono mengaku TNI selalu mengarahkan jiwa korsa yang positif terhadap prajurit. Misal saat salah satu anggota melanggar lalu lintas dan ditilang polisi kemudian malah diserang serta ditabokin. "Maka itu jiwa korsa yang negatif," katanya.
Yang benar menurutnya, jika jiwa korsa ditanamkan secara positif mereka mendukung proses hukum yang telah dilalui. "Itu mungkin salah satu jiwa korsa yang positif," tandasnya.
[lia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar