Jumat, April 23, 2010

TRAGEDI UU KESEHATAN-2

Senin, 12/04/2010 10:19 WIB
Mantri Tolong Pasien Dipidana
Tragedi Misran Dipicu Keangkuhan Penegak Hukum
Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Kasus mantri desa di pedalaman Kalimantan yang dipidana 3 bulan penjara, merupakan tragedi memilukan di Indonesia. Hal tersebut semata-mata dipicu keangkuhan aparat penegak hukum.

"Kasus Misran adalah tragedi. Tragedi yang sering muncul di Indonesia, dalam kasus ini tragedi kesehatan," ujar anggota Komisi IX DPR, Nursuhud, dalam talkshow 'Tenaga Medis di Pedalaman Kalimantan' di Menara MNC, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, (12/4/2010).

Tragedi Misran dinilai Nursuhud sebagai akibat sikap keangkuhan aparat penegak hukum. Misran dipidana karena memberikan obat, padahal dia bukan dokter. Aparat hukum dinilai menerapkan UU dengan sangat kaku, padahal di Kalimantan banyak sekali pelanggaran hukum lain seperti illegal logging.



"Aparat terlalu kaku. Aparat latah, biar dikatakan aparat yang baik yaitu berlindung di balik UU. Padahal, disitu banyak illegal logging tapi juga tak ditindak," tambahnya.

Menurutnya, harus ada tahapan penerapan-penerapan pasal dalam UU. Apalagi negara harus memberikan perlindungan HAM yang di dalamnya adalah hak kesehatan. Menurut
catatan Nursuhud, hanya 40 persen puskesmas di Jawa yang ditangani dokter. Selebihnya, dokter memilih berpraktek di ibukota kabupaten.

"Apalagi ini di luar Jawa, pasti lebih banyak. Waktu itu, saya yang ada dalam pansus UU Kesehatan. Saya bersama teman-teman lain, termasuk yang menolak pasal tersebut," bebernya.

Pembelaan terhadap kasus Misran juga dilontarkan oleh ketua Bidang Hukum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadilah. Menurut catatan PPNI, 30 persen Puskesmas di Indonesia belum mempunyai dokter.

Akibatnya, mantri juga berperan ganda, sebagai perawat juga sebagai dokter. Tapi melihat kondisi Misran, ditempat dia mengabdi tak ada dokter di lokasi, tak ada apotek dan Misran juga mengantongi Nota Bupati dan status PNS.

"Saya sepakat ada penataan peraturan, tapi kami jangan di korbankan. Apalagi, peraturan tersebut baru disiapkan oleh Menteri Kesehatan," kisahnya.

Kasus Misran bermula ketika hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009. Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Mirsam tak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter.

Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, Jumat kemarin. Akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan.

(asp/fay)

Tidak ada komentar: