Rabu, Maret 19, 2008

Sikap Dasar Jurnalis



2. Sikap Dasar Jurnalis
Jurnalalis adalah mata pubik. Ia membawa pesan suci agar menyampaikan sebuah kebenaran. Dalam posisi yang demikian, maka harus ada sikap dasar yang harus dimiliki seorang jurnalis. Di antara sikap dasar itu adalah:ObyektifSikap dasar seorang jurnalis adalah obyektif dalam melihat fakta dan informasi yang didapatkan di lapangan termasuk ketika menuliskan dan menyiarkannya. Ini adalah sikap profesonal jurnalis sejati. Tetapi sikap obyektif saat ini sering digugat dengan alasan tidaklah mungkin jurnalis dapat benar-benar obyektif sedang mereka sendiri adalah makhluk yang subyektif. Karena itu obyektifitas tidak lebih dari sebuah mitos.[1]Pemilihan angle atau sudut pandang, ataupun berita ini penting dan tidak penting, adalah salah satu contoh argumen yang mempertanyakan obyektifitas ini. Demikian juga memilih nara sumber adalah subyektif. Seorang jurnalis dapat saja memilih unjuk rasa anti Megawati sebagai berita pertama dalam program beritanya. Sedangkan jurnlis lain justru sebaliknya tidak menjadikannya sebagai bahan berita yang patut ditayangkan. Soal pemilihan ini, meskipun memiliki argumen masing-masing menunjukkan betapa pemilihan berita dan penentuan berita yang ini ditayangkan atau tidak, adalah soal subyektifitas. Seberapapun kecilnya, sebuah berita yang ditayangkan karena hasil dari keputusan reporter dan produser, dan vide editor dalam memilih gambar, mengandung bias. Jadi obyektifitas adalah sebuah idealisasi seorang jurnalis yang dalam prakteknya akan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, kemampuan menganalisis masalah, dan pandangan hidupnya. Karena itu untuk mejaganya adalah dipenuhinya standar-standar profesional serta kontrol yang ketat dari jajaran redaksi untuk meminimalisir bias itu tadi.BerjarakSeorag jurnalis yang sedang meliput harus mengambil jarak dengan subyek yang diliputnya. Ini penting agar obyektifitas dapat terjaga. Seorang jurnalis yang tidak menjaga jarak dengan subyek yang diliputnya akan menghasilkan berita yang subyektif dan tidak dapat mengambil sisi lain dari apa yang diliputnya itu. Sekadar contoh adalah seorang jurnalis harus memberitakan berita buruk menyangkut perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya. Dapat diduga bahwa ada pesan-pesan tertentu agar pemberitaan tidak memojokkan perusahaan tempatnya bernaung,atau bahkan tidak memberitakannya sama sekali.Seorang jurnalis Indonesia meliput jajak pendapat di Timor Timur, mungkin rasa nasionalismenya akan terusik melihat kenyataan di lapangan. Demikian juga seorang jurnalis yang diterjunkan meliput konflik etnis dan konflik antar agama di Poso, akan sulit menjaga jarak dengan apa yang menjadi keyakinannya. Oleh karena itu sejumlah media televisi memberlakukan kebijakan: orang yang meliput di tempat konflik, haruslah bukan orang yang berasal dari kelompok mereka agar dapat mengambil jarak sehingga penglihatannya lebih jernih dan tidak terbawa emosinya pada pertikaian tersebut.ImparsialImparsial atau tidak memihak, adalah sikap dasar jurnalis yang harus dipegang para jurnalis. Para jurnalis tidak boleh memilih-milih nara sumber berdasarkan suka atau tidak suka, tetapi mestinya didasarkan pada relevansi dengan topik yang sedang diliput. Seorang jurnalis televisi yang pernah dipukul oleh seorang kader partai, jelas mereka marah dan memang telah melaporkannya ke polisi. Suatu ketika sang jurnalis korban pemukulan diminta meliput peristiwa yang kebetulan ditangani oleh kader partai yang memukul tadi. Konflik batin memang terjadi dalam hal ini: untuk apa mewawancarai orang yang memukul wartawan itu. Tetapi sebagai seorang jurnalis mustilah dapat membedakan relevansi dari orang yang memukul itu tadi dalam peristiwa yang sedang diliput. Marah boleh tetapi sikap profesional tetap dipegang teguh, sejauh memang relevan dengan apa yang diliput. Artinya jurnalis tetap tidak boleh memihak pada salah satu pihak. Tetapi di lapangan, dalam soal-soal keadilan, acapkali jurnalis harus memihak. Apakah anda tega melihat warga Kedung Ombo Boyolali Jawa Tengah yang sudah bertahun-tahun memperjuangkan haknya, tanah mereka tidak dihargai secara layak, dan mereka terusir dari kampung halamannya, sementara pembebasan tanah dilakukan dengan rekayasa sedemikian rupa? Apakah anda akan berdiam diri ketika melihat anak-anak tak berdosa diperkosa, warga rumah-rumah penduduk di Tanah Merah Plumpang Jakarta Utara dibakar hanya karena mereka adalah penduduk liar, sehingga mereka tidak ada tempat untuk berteduh? Lalu siapa yang bertanggungjawab terhadap anak terlantar, fakir dan miskin di republik ini?Contoh lain adalah dalam perang teluk tahun 1991 sebagaimana dicontohkan dalam buku Arya Gunawan. Dikatakannya bahwa Mark Urban seorang reporter senior BBC terpaksa harus memihak karena berita-berita dari pihak sekutu selalu disensor, sehingga rakyat Irak yang terbunuh secara sia-sia tidak dipertunjukkan. Sementara dari pihak Sadam Husein justru sebaliknya, anak-anak dan wanita korban pemboman mati sia-sia diperlihatkan dengan jelas. Karenanya pemberitaan perang teluk tahun 1991 adalah sebuah pemberitaan yang tidak lebih dari sebuah propaganda Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat.Oleh karena itu konsep imparsialitas atau ketidak berpihakan mulai berubah dipertanyakan. Jadilah wartawan boleh berpihak. Kemana keberpihakan jurnalis? Tidak lain adalah kepada kebenaran dan keadilan, sekalipun kedua hal yang ideal itu sulit juga terwujud. Perkembangan inilah yang kemudian melahirkan “journalism of attachment” atau jurnalisme keterikatan yang dikembangkan oleh Martin Bell, seorang wartawan BBC yang juga banyak makan asam garam dalam meliput perang. Konsep jurnalisme ini pun ada yang menentangnya. Mereka tetap berprinsip bahwa tugas wartawan atau jurnalis adalah menggali fakta yang melingkupi sebuah situasi atau peristiwa, baik soal politik maupun sosial. Wartawan boleh saja bersimpati kepada para korban tetapi tugas wartawan bukanlah untuk bersimpati melainkan mencari tahu atau memahami peristiwa itu.Dalam tulisannya di Kompas, Satrio Arismunandar juga berpendapat bahwa pers harus berpihak kepada perasaan keadilan masyarakat. Jadi pers tidak boleh netral. (Kompas, 2002). Terlepas dari perbedaan tersebut yang jelas pers harus mampu mengungkapkan kebenaran, jadi pers harus berpihak pada kebenaran. Dan karena itu pers tidak memanipulasi gambar dan informasi, karena dapat berakibat menyesatkan pemirsa.Dalam konteks politik, jurnalis adalah pilar keempat dalam proses demokratisasi. Tanpa jurnalis maka kontrol masyarakat tidak akan sampai. Bersyukurlah pemerintahan yang dapat dikontrol dengan bebas oleh pers, karena dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil akan lebih kualitatif. Pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang dikontrol oleh pers yang para pelakunya adalah para jurnalis. Itulah sebabnya, pers menjadi anjing penjaga tuannya. Pers menjaga agar tuannya tetap berada pada jalur yang benar.Pendek kata, meski diperlukan kebebasan, media penyiaran televisi tetap memperhatikan dampak yang mungkin timbul. Untuk itu gambar-gambar yang ditayangkan harus benar-benar diseleksi sebelum ditayangkan. Jurnalis adalah mata publik, karena itu karya jurnalismenya harus mendidik, menghargai setiap perbedaan dan menghindari situasi yang destruktif.Keharusan-keharusan tersebut adalah standar yang harus dimiliki Jurnalis dalam setiap peliputan dan penyiaran. Karena itu tidak mengherankan jika Jurnalis selalu memegang kode etik jurnalistik, karena dipundaknyalah segala kontrol informasi yang akan diluncurkan kepada publik. Sekalipun demikian, ia bukan satu-satunya yang dapat dimintai pertanggungjawaban, mengingat kerja jurnalisme adalah sebuah kerja kolektif dalam manajemen keredaksian. Dan lagi, aspek teknologi pertelevisian memungkinkan longgarnya kontrol penyiaran, terutama jika dilakukan siaran langsung atau live.Dapat dipercayaKepercayaan adalah kekuatan seorang jurnalis. Masyarakat maupun nara sumber tidak akan percaya kepada Anda jika Anda tidak dapat dipercaya, beritanya diplintir, sensasional, cedera janji, dan tidak akurat. Kredibilitas seorang jurnalis dan juga media penyiaran dapat diukur dari seberapa besar masyarakat mempercayai berita yang disiarkan. Jika beritanya penuh kebohongan pastilah berita itu akan ditinggalkan pemirsanya. Nara sumber pun tidak akan mau lagi diwawancarai.Salah satu tugas jurnalis adalah melindungi sumber berita. Karena itu jika seorang jurnalis diminta menjadi saksi di kepolisian ataupun pengadilan untuk memberitahukan sumber berita yang harus disembunyikan, haruslah tetap dipertahankan. Sebagai sebuah prinsip dipidana sekalipun harus dipegang. Dan inilah yang dilakukan HB Yasin ketika memperthankan sikapnya untuk tidak menyebut siapa Ki Paji Kusmin itu.ResponsifResponsif yang saya maksud di sini adalah sikap tanggap. Seorang jurnalis dengan sendirinya selalu tanggap dengan perkembangan peristiwa yang terjadi. Reporter tidak akan tinggal diam jika melihat bencana menimpa satu kaum yang memerlukan pertolongan dan memiliki nilai berita. Pendek kata, di manapoun berada, jurnalis harus menjadi penjaga gawang atas semua peristiwa di sekitarnya. Karena itu tidak perlu heran, jika seorang jurnalis yang sedang santai bersama keluarga di rumah makan, terpaksa harus meninggalkan keluarga dan mengambil kamera untuk meliput kebakaran. Inilah satu kondisi yang sering kita namakan kerja jurnalis adalah 24 jam! Bahwa kemudian, beritanya tidak dapat ditayangkan, karena sesuatu hal, itu soal lain, yang penting secara profesional telah kita tunjukkan pekerjaan seorang jurnalis!SensitifSensitif banyak maknanya. Ia bisa diartikan peka terhadap lingkungan alam dan sekitarnya, terhadap penderitaan banyak orang, dan peka terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat. Setiap jurnalis mustilah terus “membaca” dan mengikuti perkembangan berita. Setiap jurnalis mustilah terjun langsung bersama masyarakat agar tahu betul apa yang terjadi di lapangan, dan agar berita yang disampaikan mengenai sasaran.Jika seorang jurnalis sedang meliput peristiwa traumatik, maka ia akan mempertimbangkan betul dampak yang timbul dari aktivitas jurnalistiknya. Artinya sang jurnalis akan mempertimbangkan betul apa yang akan dilakukan, jangan sampai berakibat buruk terhadap masa depan keselamatan jiwa korban atau bahkan mungkin menambah trauma di kemudian hari akibat pemberitaan dan kelakuan jurnalis di lapangan. Atau bahkan mungkin akan menimbulkan konflik susulan di kemudian hari. Bahasa yang menghakimi, menyudutkan dan berita yang tidak berimbang biasanya menjadi pemicunya.Terus mencari kebenaranSemua orang sudah mafhum bahwa kebenaran yang kita sampaikan adalah kebenaran relatif, dan ada banyak pihak lain yang mengklaim sebagai dirinyalah yang benar. Dan kita tahu hanya DIA-lah yang memiliki kebenaran mutlak adanya. Karena itu kita terus dituntut mencari kebenaran. Itu pula sebabnya apa yang akan kita publikasikan harus memiliki dasar yang kuat. Dalil-dalil, nara sumber yang kompeten, nara sumber yang memiliki kredibilitas dan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, -- pendek kata mengikuti prinsip jurnalistik-- akan menentukan sejauh mana berita anda dinilai sebagai kebenaran oleh publik. Dan pada akhirnya, kepercayaan publik juga akan lahir dari sini.Selalu ingin tahuSatu hal yang harus diingat adalah bahwa wartawan juga harus memiliki sikap dasar ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Ini modal untuk terus menerus mencari kebenaran. Ketika reporter melihat rumah di jalur hijau digusur, tentu dia harus bertanya mengapa digusur, apakah ada peringatan sebelumnya, apakah ada ganti rugi? Untuk apa peruntukan lahan di sana, dan sebagainya. Jika ini dikembangkan terus maka akan jadi sebuah laporan yang menarik. Seorang wartawan melihat tiga orang debitur BLBI datang ke istana, harus dilihat dengan penuh kecurigaan. Ada apa pengemplang BLBI datang ke istana, dan apaklah presiden SBY menerimanya? Mengapa harus diantar Kapolri? Begitulah seterusnya. Pendek kata, sikap kritis, dan sikap ingin tahu akan membentuk watak dasar wartawan yang baik.Pemimin redaksi antv Karni Ilyas dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa setiap reporter antv dan kontributor, harus memegang teguh pada empat hal, yakni cepat, kredibel, anti korupsi dan kritis.CepatCepat di sini banyak maknanya. Cepat bukan hanya berarti cepat bertindak ketika terjadi peristiwa tetapi juga cepat mengirimkan beritanya ke redaksi. Reporter antv tidak perlu menunggu perintah jika terjadi peristiwa yang memiliki nilai berita. Yang diperlukan adalah koordinasi, karena produser atau kordinator liputan akan memberikan masukan mengenai angel maupun visi yang perlu dikembangkan.KredibelSalah satu cara agar tayangan berita televisi dipercaya pemirsa adalah kalau ia tidak melakukan kesalahan. Kesalahan nama pada orang yang diwawancarai, kesalahan tempat dan waktu, serta data lain yang substansial, dapat menghancurkan reputasio reporter, program dan stasiun televisi yang memberitakan. Karena itu selalu diingatkan agar reporter selalu cek dan cek kembali mengenai data-data tersebut. Demikian juga ketika berita diproduksi, tidak boleh ada kesalahan.Kredibilitas sebuah berita juga ditentukan oleh orang yang meliput dan menggawangi liputan. Reporter yang terlibat dalam suatu partai atau LSM biasanya akan terpengaruh oleh sikap partai atau LSM. Intinya, idiologi dan sikap partai dan LSM dapat mempengaruhi objektifitas si reporter dan produser. Karena itu diingatkan agar setiap jurnalis tidak diperbolehkan ikut menjadi anggota partai ataupun LSM, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi objektifitas terhadap berita.Anti KorupsiIni adalah idiologi stasiun televisi. Anti korupsi dalam segala lini, mulai dari bagian iklan, hingga redaksi pemberitaan. Kebiasaan memberikan upeti agar orang lain berbuat sesuatu, harus ditinggalkan, karena ini sumber kebocoran dan inefisiensi. Khusus di pemberitaan, maka siapapun tidak boleh menerima amplop yang berkaitan dengan liputan atau pemberitaan. Selain bertentangan dengan etika jurnalistik, juga akan berpengaruh terhadap objektifitas pemberitaan, dan menjadi kebiasaan. Karena itu Pemimpin redaksi akan memecat siapapun yang ketahuan menerima amplop, tanpa pemberitahuan lebih dahulu.KritisSikap kritis ini harus diterapkan dalam semua peristiwa. Misalnya seorang guru yang bertahan mengajar di lokasi tanah di Blok-M yang akan dibebaskan oleh Pemda DKI Jakarta (Kasus Nurlela), kita tidak harus membela Nurlela karena dia yang salah. Meskipun, banyak anak-anak yang dikoordinir dan tetap bersekolah di halaman sekolah karena sekolahnya digembok. Termasuk harus kritis juga terhadap kejadian apapun yang kelihatannya perlu dibela. Karena bisa jadi orang lemah dan miskin diperalat oleh mereka yang hendak mencari keuntungan dari kemiskinan itu.[1] Torben Brandt, Eric Sasono, Arya Gunawan (editor), Jurnlisme Radio: Sebuah Panduan Praktis, Diterbitkan atas kerjasama UNESCO dan Kedutaan Besar Jerman (2001) halaman 25.

Tidak ada komentar: