Selasa, Maret 18, 2008

Ribut Jurnalisme Infotainment, dari kasus Nicky Astria

26.08.04 04:40
Liputan6.com, Jakarta: Nicky Astria benar-benar marah. Kaca mobil roker asal Bandung ini tidak bisa ditutup karena terhalang mik wartawan hiburan alias infotainment. Berkali-kali ibu dua anak itu meminta wartawan bertanya pada pengacaranya soal perceraian keduanya. Namun, wartawan malah mendesak. Bahkan ada yang menggedor-gedor mobil Nicky dan mengomel dengan suara keras. "Jangan kayak preman dong... Memang ada dalam undang-undang saya harus buka masalah pribadi saya," kata Nicky tak kalah keras.Begitulah cuplikan satu dari deretan kisah wartawan mendesak artis agar buka mulut soal berita miring yang menderanya. Masalah itu diangkat dalam Topik Minggu Ini bertajuk Jurnalisme Infotainment untuk Siapa? yang dipandu oleh reporter SCTV Rosianna Silalahi di Jakarta, Rabu (25/8) malam. Peserta diskusi dibagi dalam dua kubu, yakni artis dan mereka yang kerap menjadi bulan-bulanan tayangan hiburan. Ada Ulfa Dwiyanti, Eko Patrio, Raslina Rasyidin, Ray Sahetapy, Anwar Fuady, Tengku Firmansyah, dan Henry Yosodiningrat.Meja lain diisi oleh pengusaha infotainment, masing-masing Ilham Bintang dan Firman Bintang dari Bintang Advis Media, Gandung mewakili Rumah Produksi Shandika, dan Robby Winarko dari Indigo. Hadir juga Bayu dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Syaefurrahman al Banjary dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Mayong Suryo Leksono, wartawan sekaligus selebritas.Semua peserta diskusi sepakat bahwa kejadian yang menimpa Nicky sudah tergolong pelanggaran jurnalisme. Mayong melihat bahwa masalah ini terjadi karena masing-masing pihak tidak menyadari definisi wilayah publik dan privasi. "[Masak sumber] harus ngomong, kan gila ini," ujar presenter sebuah televisi swasta ini, geleng-geleng kepala.Kejadian yang sama terjadi pada kasus Parto Patrio. Pelawak yang kondang dengan dialek Tegal ini menembakkan pistol berpeluru karet ke atap sebuah kafe untuk membubarkan kerumunan wartawan yang penasaran mengorek pernikahan keduanya. Eko Patrio, tuan rumah acara itu juga tak menyangka pesta ulang tahun anaknya diwarnai insiden. "Jangan lupa, Parto yang melaporkan ke polisi malam itu juga," kata presenter sekaligus pemilik tayanyan hiburan Eko Ngegosip ini.Wartawan tidak berhak memaksa sumber bicara. Menjadi publik figur tidak otomatis membuat si artis atau tokoh harus bercerita tentang masalah-masalah pribadinya. Wajar jika Nicky mempertanyakan nurani wartawan yang mengerubunginya selesai sidang pertama perceraiannya dua pekan silam. Ilham Bintang dan Fany Rahmasari--produser Cek & Ricek--yang menonton tayangan ini mengaku mencak-mencak dan menyemprit wartawannya yang termasuk dalam kerumunan yang mencegat Nicky.Syaefurrahman bersuara lebih lantang. Dia berpendapat, bahwa persoalan ini menunjukkan kekerasan yang dilakukan orang-orang yang bernama wartawan. Namun, dia melihat kerumunan itu bukan wartawan tapi orang-orang yang bekerja untuk industri hiburan. "Mereka bukan wartawan dan jurnalis," kata Syaefurrahman. Di mata dia, wartawan adalah mereka yang bekerja di lembaga penyiaran. "Ini penghinaan pada wartawan, apalagi ketika Nicky dengan santun mengatakan nuranimu di mana," kata dia.Sebaliknya, Anwar Fuady mengatakan diburu wartawan adalah risiko para artis. Sebab, semua orang ingin tahu tentang artis idolanya. Ulfa yang pernah beberapa kali dikejar pers lantaran perceraiannya sependapat dengan Anwar. Meski begitu, terus terang komedian yang laris manis sebagai bintang iklan itu melihat banyaknya tayangan infotainment memacu reporter untuk bertindak kejam pada sumber. Dia bahkan mengaku paranoid pada wartawan hiburan. Henry Yoso mencermati infotainment dibuat untuk pengusaha berita hiburan dan yang suka gosip. Idealnya, tayangan ini berisi informasi, hiburan, dan pendidikan. Namun, yang terjadi belakangan malah jauh dari tiga kriteria itu. "Kalau tidak menjawab dikatakan tidak koperatif sehingga ada kesan mau menjatuhkan reputasi seseorang," kata dia.Rata-rata para peserta diskusi tidak mau masalah pribadi mereka menjadi obrolan nasional. Wajar jika Ray kesal pada wartawan yang menguber-uber anak Astuti--calon istri keduanya--yang sama sekali tidak terkait dengan perceraian dia dengan artis Dewi Yull.Sebagai orang teater, Ray memang belajar cara menghadapi wartawan. Meski begitu, melihat kerumunan di bandar udara, pemimpin Teater Oncor ini kelabakan juga. Meski begitu dia tetap memberi konferensi pers. Dia mengaku telah menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Namun, berita yang ditayangkan justru jauh dari apa yang dikatakan. "Narasinya menyesatkan," kata dia.Henry juga mengaku sering berada dalam keadaan terdesak, entah sebagai pengacara artis maupun tokoh yang cukup sering berseliweran di layar kaca. Padahal, tidak semua fakta untuk konsumsi publik, meski mereka adalah publik figur. Dia meminta agar kedua pihak saling menghargai kepentingan masing-masing untuk mencegah pertikaian.Fany mengingatkan, infotainment juga menjadi medium untuk mengklarifikasi isu sumbang yang beredar di masyarakat. Apalagi, tak sedikit rumor yang diangkat datang dari artis sendiri. Contohnya, istri seorang pengacara menelepon Cek & Ricek soal perkawinan kedua suaminya. Ilham menambahkan, tak sedikit artis yang menghubungi wartawan infotainment, termasuk minta diliput soal ngidam misalnya. "Ayo dong saya mau nyumbang nih," kata Ilham, menirukan salah satu artis.Bayu dari AJI mengatakan, persoalan ini bisa selesai jika baik artis maupun wartawan sepakat soal ruang publik yang bisa diutak-atik dan benar-benar tidak boleh disentuh. Syaefurrahman menambahkan, semua pemberitaan harus mengacu pada kepentingan publik. Sebut saja, mengangkat skandal perselingkuhan artis dan pejabat yang sampai menggunakan fasilitas negara. Anwar Fuady menyerocos, "Kejadian seperti ini baru bisa terjadi empat tahun sekali."Ilham, Gandung, Firman, Eko, dan Robby menegaskan bahwa tidak semua wartawan infotainment berlaku seenaknya pada narasumber. Sebab, mereka direkrut melalui seleksi ketat dan mendapat pembekalan soal kode etik jurnalistik. Di saat yang sama, mereka dituntut oleh stasiun televisi untuk menampilkan berita panas soal selebritas. Tidak lucu juga bila pemirsa lebih banyak menonton tayangan berisi jawaban no comment.Namun, mereka tidak menampik bahwa pelanggaran bisa saja terjadi di lapangan. Gandung mengatakan, jika sumber menolak memberi komentar, mau tak mau wartawan harus mundur. "Kalau diteruskan itu namanya preman," kata dia.Bayu menjelaskan, artis yang mendapat perlakuan tidak nyaman bisa menyampaikan komplain pada rumah produksi yang bersangkutan. Masyarakat juga perlu tahu sanksi yang diberikan oleh PH tertentu pada wartawan yang mempraktikkan premanisme.Mayong sepakat dengan Bayu. Suami artis Nurul Arifin ini menegaskan, selain merumuskan kembali definisi ruang publik, persaingan antarinfotainment bukan alasan untuk menyakiti hati dan merusak wilayah pribadi orang. "Jangan sampai menjadikan rating atau oplah sebagai alat ukur atau panglima."(TNA)

Tidak ada komentar: