Syaefurrahman
Al-Banjary:
Bebas
Miskin dengan Lima Pohon Pepaya
Mungkinkah masyarakat bebas dari kemiskinan hanya
dengan menanam lima pohon papaya? Rasanya tidak mungkin. Tapi itulah mimpi seorang Syaefurrahman Al-banjary, petani kayu
jabon yang kini sedang mengembangkan pepaya California.
Nama lengkapnya Syaefurrochman Achmad, SH, M.Si.
Tapi di media biasa dikenal sebagai Syaefurrahman Al-Banjary. Nama ini sempat
menghiasai sejumlah media massa nasional, bahkan televisi nasional, ketika DPR
sedang membahas Rancangan Undang-Undang Penyiaran antara tahun 2000-2002. Sebagai
Sekjen Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ketika itu, Syaefurrahman sangat
vokal mengkritisi RUU tersebut karena hendak mengkriminalisasi kegiatan
jurnalistik.
Selepas menekuni bidang jurnalistik penyiaran di
antv selama 16 tahun (sebagai eksekutive news producer), diam-diam ia muncul
dengan predikat pak tani. Ia berhasil menghijaukan hutan dengan menanam kayu
jabon (antocephalus cadamba) bersama ribuan petani lainnya yang digerakkan
melalui program kebun bibit rakyat di Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Bogor
dan Semarang.
Saat ini, ia sedang mengkampanyekan program pangan
lestari melalui penanaman sayuran di halaman rumah dan penanaman lima pohon papaya
di setiap rumah tangga binaan. Dengan program ini setiap rumah tangga bisa
berhemat Rp150.000 perbulan, dan mendapat penghasilan Rp500.000 dari penjualan
buah papaya perbulan. Pohon papaya bisa bebuah hingga tahun ke empat. Ada sekitar 10 ribu rumah binaan yang sedang
digarap bersama mitranya melalui Yayasan Komunitas Masyarakat Desa Mandiri.
Awalnya Jabonisasi
Syaefurrahman Al-banjary menekuni bidang pertanian
sejak tahun 2009. Awalnya memang hanya menanam sekitar 20 ribu pohon kayu jabon
di lahan sendiri di kampung halamannya, di Banjarnegara Jawa Tengah. Namun
setelah perkembangan pohon cukup bagus, Syaefur kemudian mengajak banyak mitra,
antara lain para petani pemilik lahan tidur dan petani penggarap. Dengan pola
bagi hasil kini total pohon yang ditanam sudah lebih 50 ribu pohon tersebar di
Kabupaten Banjarnegara, kebumen, Purbalingga, Bogor dan Semarang.
Ketika pemerintah menggelorakan menanam satu milyar
pohon, Syaefur juga menggerakkan pemuda-pemuda untuk membuat kebun bibit rakyat,
dan dengan bantuan pemerintah telah ditanam sekitar 300 ribu pohon jabon dan
albasia (sengon). Langkah ini dilakukan karena Syaefur melihat bisnis kayu
sedang naik daun tetapi suplai kayu sangat terbatas. Ada lima pabrik kayu di
Jawa tengah tak beroperasi karena tak
ada kayu yang berhasil diolah setelah ratusan hektar lahan kayu sengon
(albasia) dimakan tumor yang merusak kayu. Sejak itu petani beralih ke kayu
jabon.
Setelah tiga tahun berjalan, kini Syaefur memang
tinggal menunggu pembesaran kayunya, dan diharapkan tahun ke enam dapat dipanen
dengan diameter rata-rata sekitar 25 cm. Kebun jabon di Bogor malah sudah
dipanen dengan diameter 30 cm, dalam usia 3 tahun. Harga jabon saat ini Rp780.000
per meter kubik.
Bidang ini memang tidak ada hubungannya dengan latar
belakangnya sebagai sarjana hukum lulusan Universitas Diponegoro dan Magister Ilmu
kepolisian Universitas Indonesia. Bidang pertanian ditekuni sebagai warisan
orang tuanya. Maklum Syaefur, demikian akrab dipanggil, adalah anak seorang pak
tani. Jadi wajar kalau bidang pertanian selalu akrab dengannya.
Pepaya
California
Mimpinya saat ini adalah memberdayakan petani. Meski
lahan pertanian makin susut, Syaefurrahman tak kurang akal. Dengan bekal
pergaulannya dengan mantan Menko Kesra dan Taskin Prof. Haryono Suyono, Syaefur
bukan hanya mengembangkan kayu jabon (antocephalus cadamba), tetapi juga mengembangkan
tanaman pepaya hasil pemuliaan IPB (Institut Pertanian Bogor), yakni papaya calina
atau yang sering disebut banyak pedagang adalah papaya California.
“Saat ini kebutuhan buah papaya segar baru mampu 25
persen. Ini peluang bagus buat petani pepaya,” kata Syaefurrahman yang juga
dosen penyiaran Universitas Mercu Buana Jakarta.
Ditanya mengapa papaya yang dipilih, jawabannya
adalah karena buah ini kaya manfaat dan pasarnya bagus. Pepaya ini dipilih karena beberapa
pertimbangan: pertama, waktu tanam
relatif singkat yaitu dua bulan sudah mulai berbunga dan enam bulan
atau tujuh sudah dapat dipanen. Kedua pemasaran
mudah, ketiga biaya tanam dan
perawatan yang dikeluarkan relatif terjangkau, keempat, hasil panen relatif lebih baik dibandingkan
tanaman lain seperti jagung, kacang tanah, ataupun kacang panjang.
Kandungan
nutrisi buah papaya antara lain vitamin A, B1, B2, C, kalsium, posfor, kalium,
karbohidrat, protein, lemak dan serat. Kandungan betakaroten dalam papaya
berfungsi sebagai antioksidan.
Untuk meningkatkan
nilai tambah petani, pepaya juga dapat dibuat manisan basah maupun kering,
selai, saus, jam, keripik, dodol, jus, sirup, dan sambal papaya, dan lain-lain.
Semua ini jelas membuka peluang kerja, kalau mau dikembangkan.
Untuk
itulah Syaefurrahman melalui Yayasan Komunitas Masyarakat Desa Mandiri yang
dipimpinnya, sedang mengembangkan program pangan lestari dengan budidaya pepaya
California berbasis rumah tangga. Sasarannya bukan para pemilik lahan luas.
Cukup ditanam di halamannya rumahnya sendiri. Ada sekitar 10 ribu rumah tangga
yang sedang digarap bersama mitranya.
Pangan Lestari
Program rumah pangan lestari sebenarnya sudah
diperkenalkan oleh Menteri Pertanian Suswono pada Oktober 2012 kepada delegasi
D-8 (Negara-negara berkembang) di NTB. Program ini, kata Suswono, sebagai upaya
memaksimalkan lahan pekarangan sebagai sumber gizi dan nutrisi, terutama
produk-produk untuk ternak unggas, akuakultur, dan hortikultura. Dengan model
ini, menurut Mentan, setiap keluarga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan
bergizi.
Jauh sebelum itu Kepala BKKBN Prof. Dr. Haryono
Suyono memperkenalkan Kebun Bergizi hingga sekarang melalui Yayasan Damandiri dan
Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam
program pangan lestari versi Syaefurrahman, setiap rumah tangga cukup menanam 5
pohon pepaya California. Dari sini bisa dipanen 200 kg buah pepaya per bulan,
atau jika dijual buah segar dengan harga Rp2.500 per kg, dapat menghasilkan Rp500.000/
bulan.
Bagi rumah
tangga di pedesaan, penghasilan tambahan sebesar ini cukup lumayan. Apalagi
jika halaman rumahnya juga ditanam sayuran dengan polibek dan pot bersusun, akan
mampu mengurangi belanja sayuran Rp150 ribu perbulan.
Syaefurrahman
menyadari bahwa program ini sangat sederhana, tetapi nyatanya tidak dilakukan. Masih
banyak halaman rumah di pedesaan dibiarkan mubazir. Padahal, kata alumni HMI
ini, “innal
mubadz-dzirina kaanu ikhwaanasy-syayaahtiin (sesungguhnya mubadzir itu
kawannya setan).
“Jadi yang
diperlukan sekarang bukan program yang muluk-muluk untuk memberdayakan masyarakat.
Yang sederhana saja dahulu. Tinggal kita awasi saja. Tiap 50 rumah tangga,
harus ada kordinator pengawasannya. Kordinator ini tugasnya mengontrol
bagaimana pertumbuhan pohon papaya, bagaimana pertumbuhan sayur mayurnya. Nanti
menjelang panen, sekitar bulan ke tujuh, kita adakan pelatihan membuat produk olahan
berbahan buah papaya. Sasarannya ibu-ibu PKK,” kata Syaefurrahman.
Program yang
sedang dilakukan ini sesungguhnya merupakan jabaran dari upaya mengentaskan
kemiskinan yang melibatkan ibu-ibu, sehingga keluarga bisa sehat dengan makan
sayur, dan kebutuhannya rumah tangganya terpenuhi.
“Sesungguhnyan
ini arahnya adalah membantu pemerintah mensukseskan MDGS (Millenium Development
Goals) atau program pembangunan millennium,” kata Syaefurrahman, yang saat ini juga
masih aktif sebagai jurnalis yang mengelola beberapa televisi internet, antara
lain wartatv.com, tvmui.com, tvpramuka.com, tvsyariah.com, dan tvparlemen.com, dan
tvukm.com. (Alfian Siregar)