Senin, April 08, 2013

Kasus LP Cebgongan (4)

Mengapa Polri Serahkan Kasus LP Cebongan?

Penulis : Ferry Santoso | Sabtu, 6 April 2013 | 17:41 WIB

KOMPAS.com - Kepolisian bereaksi. Setelah tim investigasi TNI AD mengumumkan pengakuan 11 anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pembunuhan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, ”(Polisi) tidak perlu menetapkan tersangka. Tersangka, kan, sudah ada. Kami tinggal menyerahkan hasil penyelidikan kepada polisi militer.”
Namun, temuan tim investigasi TNI AD itu sebenarnya tidak menghilangkan tugas dan kewajiban Polri. Aparat Polri sebagai penyelidik dan penyidik—berbeda dengan tim investigasi TNI AD—tetap memiliki kewajiban hukum mengungkap tindak pidana tersebut.
Masih banyak sisi gelap dalam kasus penyerangan dan pembunuhan empat tahanan itu. Dari segi yuridis dan pembuktian material, apakah benar para tersangka penyerangan dan pembunuhan terhadap empat tahanan itu adalah 11 anggota Kopassus yang telah diumumkan TNI AD? Apakah para tersangka lebih dari 11 orang? Adakah kelompok bersenjata lain yang ikut menyerang?
Reduksi kasus
Salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, MM Billah, menilai, ada upaya mereduksi kasus LP Cebongan sebagai persoalan TNI AD. ”Ini bukan persoalan internal TNI AD, melainkan masalah kriminal. Polri harus mengusut,” katanya.
Persoalannya, lanjut Billah, aparat Polri juga terindikasi terkait kasus penyerangan dan pembunuhan empat tahanan tersebut. Salah seorang tahanan merupakan anggota Polri.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menambahkan, aparat kepolisian tetap harus mengusut untuk mengungkap latar belakang atau motif sesungguhnya dari kasus pembunuhan itu.
Dalam ketentuan koneksitas pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur, penyidikan perkara pidana yang melibatkan anggota TNI dilaksanakan oleh suatu tim tetap, yaitu penyidik Polri dan polisi militer.
”Polri tidak melakukan kewajiban hukum dan menegakkan hukum jika tidak melanjutkan penyidikan,” kata pendiri Institut Kebijakan Publik, Usman Hamid.
Dalam Pasal 65 Ayat (2) UU No 34/2004 tentang TNI diatur bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.
Berdasarkan Pasal 90 KUHAP, jelas Usman, untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyelidikan tim tersebut.
Tim investigasi TNI AD bukan aparat penegak hukum. Cara kerja tim investigasi TNI AD juga belum sepenuhnya didukung dengan upaya-upaya pembuktian yang dapat menguatkan tuduhan terhadap 11 anggota Kopassus yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Oleh karena itu, penyidikan kasus penyerangan dan pembunuhan empat tahanan di LP Cebongan oleh penyidik Polri tetap masih relevan untuk juga mengungkap siapa para tersangka penyerangan itu. Apakah hanya 11 anggota Kopassus atau kelompok bersenjata lain lantaran motif yang sama sekali berbeda?
 
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Hindra

Kasus Lapas Cebongan



Jubir Presiden: Belum tepat militer diajukan ke peradilan umum

Reporter : Yulistyo Pratomo
Senin, 8 April 2013 08:16:05
©2013 Merdeka.com/parwito



Juru Bicara Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparinga mengatakan saat ini belum tepat membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Peppu) Pengadilan untuk mengajukan anggota TNI bersalah ke peradilan umum atau militer.

Menurut dia fokus saat ini adalah mengungkap peristiwa beserta kronologi, menghadapkan semua bertanggung jawab, mengumpulkan bukti dan saksi, serta memastikan tidak ada detail yang luput dari hukum.

"Prioritas lainnya adalah memastikan bahwa akan ada pengadilan yang transparan di depan publik," kata dia, Senin (8/4).

Di luar itu adalah memastikan mekanisme peradilan sesuai dengan hukum berlaku. Sisanya adalah mendorong agar publik ikut mengawasi.

"Ini bukan saatnya untuk berdebat tentang mengadili mereka di peradilan umum atau peradilan militer," terang Daniel.

Bila ada yang belum sempurna atau tidak lengkap dari mekanisme yang berlaku sekarang, seharusnya masalah dibawa ke wakil rakyat dan minta mereka menyempurnakan.

"Buka perdebatan dan rumuskan undang undang baru. Jangan biasakan memakai Perppu sebagai jalan pintas atas kasus yang sesungguhnya telah diatur dalam hukum positif," tuturnya.

Perppu, dia melanjutkan, hanya relevan kalau kita dihadapkan pada kevakuman hukum atau situasi genting lain. "Kami tidak melihat keduanya saat ini".
[mtf]

Kasus Lapas Cebongan



Anggota DPR: 11 Kopassus terancam hukuman mati

Reporter : Muhammad Sholeh
Sabtu, 6 April 2013 23:23:46 Lapas Sleman. ©2013 Merdeka.com/parwito
972
 


Pembunuhan tahanan di lembaga pemasyarakat Cebongan, Yogyakarta sudah terungkap. Pelaku yang merupakan prajurit kopassus itu, kini tinggal menunggu proses peradilan.

Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan berpendapat, tempat yang tepat untuk mengadili prajurit kopassus tersebut adalah pengadilan sipil atau pengadilan umum.

"Memang paling ideal adalah pengadilan sipil. Karena korban dan tempat kejadian di sipil, walaupun pelakunya militer. Jadi paling tepat adalah pengadilan sipil atau pengadilan umum," tegas Trimedya di Hotel Sahid, Jakarta, Sabtu (6/4).

Menurutnya, sampai saat ini masih ada krisis kepercayaan jika dilakukan di pengadilan militer. Jika terpaksa dilakukan di pengadilan militer maka harus dikawal dan harus transparan.

"Jika di pengadilan umum, maka pembunuhan itu terkena pasal 340 dan hukumannya bisa mati. Karena direncanakan dengan sistematis," tandasnya.

Seperti diketahui, penyerangan terjadi 23 Maret lalu. Penyerangan itu terkait dengan pembunuhan anggota kopassus Serda Heru Santoso pada 19 Maret 2013 dan peristiwa pembacokan terhadap mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono pada 23 maret oleh para korban.

Empat korban dalam penyerangan itu adalah adalah Hendrik Angel Sahetapy alias Deki, Adrianus Candra Galaja, Yohanis Juan Manbait (anggota Polda DIY), dan Gameliel Yermiyanto.

Para penyerang membawa 6 pucuk senjata, yakni 3 pucuk AK 47 yang dibawa dari latihan, 2 pucuk AK 47 replika, dan satu pucuk pistol jenis Sig Sauer replika. Satu orang berinisial U merupakan eksekutor tunggal.
[ian]

Ramai-Ramai Dukung Pembunuh (3)



Eks Panglima TNI: Jiwa Korsa Tidak Untuk Langgar Hukum
Reporter : Andrian Salam Wiyono
Sabtu, 6 April 2013 15:15:41

©2013 Merdeka.com/parwito


Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto menganggap jiwa korsa yang ditanamkan seorang militer adalah sebuah keniscayaan. Namun hal itu bukanlah dilakukan untuk melanggar hukum, melainkan untuk memenangkan pertempuran.

Seperti yang dilakukan 11 prajurit grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasuro, Jawa Tengah. Mereka menyerang Lapas Cebongan itu jelas perbuatan yang salah.

"Jiwa korsa adalah keniscayaan suatu unit. Tapi dalam peristiwa itu jiwa korsa yang tidak diarahkan tentu melanggar hukum," katanya dalam Silaturahmi Akbar di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Sabtu (6/4).

Dia menyadari setiap anggota militer memang ditanamkan betul dalam dirinya untuk memiliki jiwa korsa yang tinggi. Saat satu anggota salah, semua akan menanggung malu. Saat kawanannya ada yang kurang, mereka akan bahu membahu.

"Ini adalah roh kesatuan militer, karena keterampilan saja tidak mampu memenangkan. Tapi loyalitas dan jiwa korsa yang tinggi akan menimbulkan satu kesatuan," jelasnya.

Dalam peristiwa Cebongan yang menewaskan empat tahanan rupanya jiwa korsa menyebabkan dendam. Jelas tindakan tersebut dikatakan dia adalah perbuatan yang melawan hukum meski didasari atas nama loyalitas.

Almarhum Sersan Kepala Santoso yang tewas dikeroyok di Hugo's Cafe memang bukan prajurit sempurna. Namun, bukti kebersamaan membentuk jiwa korsa. Semangat yang selalu mengikat kemiliteran.

Endriartono mengaku TNI selalu mengarahkan jiwa korsa yang positif terhadap prajurit. Misal saat salah satu anggota melanggar lalu lintas dan ditilang polisi kemudian malah diserang serta ditabokin. "Maka itu jiwa korsa yang negatif," katanya.

Yang benar menurutnya, jika jiwa korsa ditanamkan secara positif mereka mendukung proses hukum yang telah dilalui. "Itu mungkin salah satu jiwa korsa yang positif," tandasnya.
[lia]

Kasus Lapas Cebongan



Mayjen Saurip: Kekerasan Timbul Karena Aparat Main Uang

Reporter : Pramirvan Datu Aprillatu
Sabtu, 6 April 2013 20:03:08 merdeka.com

Mantan Asisten Teritorial TNI AD Saurip Kadi menyebut para pimpinan tertinggi harus berjiwa ksatria untuk mau mengakui kesalahan anak buahnya. Apalagi dimutasinya Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso menjadi staf Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) merupakan langkah yang baik dalam mempertanggungjawabkan perbuatan korpsnya.

"Sudah barang tentu semua pimpinan TNI di jajaran mana pun yang mencoba-coba untuk tutup-tutupi tidak jujur, dengan segala pernyataan dan sikapnya harus ditindak. Syukur kalau tahu diri dengan cara mengundurkan diri. Itu jauh lebih ksatria," katanya usai menghadiri diskusi di Apartemen Harmoni, Jakarta, (6/4).

Menurutnya, sampai kapan pun peristiwa seperti kasus seperti di Lapas Cebongan, DIY Jogjakarta pasti akan terus terjadi jika muncul fenomena ketidakpercayaan pada pimpinan atau aparatur negara.

"Tapi untuk menyelesaikannya janganlah hanya persoalan menghukum prajurit yang salah. Sudah berapa puluh, sudah berapa ratus prajurit yang melaksanakan perbuatan serupa dipecat dan dihukum. Akar masalahnya karena ketidakpercayaan rakyat pada lembaga-lembaga negara sudah begitu tinggi, seperti rakyat rasakan semua yang bersentuhan dengan negara, dengan pemerintah, semuanya uang," ungkapnya.

Namun pihaknya tetap mengapresikan bentuk sikap dari para pimpinan TNI dalam menyikapi permasalahan tersebut. Dan untuk para pelaku sendiri, lanjutnya harus cepat mengakui kesalahannya dan siap menempuh jalur hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Saya mengapresiasi sikap dari pimpinan TNI angkatan darat dan saya kagum pada 11 prajurit Kopassus muda yang secara ksatria cepat mengaku kesalahannya dan siap menerima risiko akibat perbuatannya," bebernya.
[ian]

Ramai-Ramai Dukung Pembunuh (2)



Ada apa 11 Prajurit Kopassus Banjir Dukungan?
Reporter : Ya'cob Billiocta
Senin, 8 April 2013 12:33:08 Merdeka.com/imam


Banyak masyarakat luas mengapresiasi keberanian dan kejujuran 11 prajurit Kopassus yang menjadi pelaku penembakan empat tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Melalui berbagai media, masyarakat mengungkapkan tindakan 11 prajurit Kopassus sebagai aksi heroik dan ikon perlawanan pada preman di Yogyakarta.

Sosiolog Musni Umar mengatakan, dukungan kepada 11 prajurit Kopassus bukan perkara yang menyimpang. Fenomena tersebut sebagai sebuah titik lebur, kekesalan rakyat kepada sikap pemerintah selama ini.

"Tidak, ini masyarakat bosan dengan kebohongan. Jadi ada orang yang bersikap jujur, kita beri apresiasi, itu bukan penyimpangan. Ini akibat perilaku pemimpin yang enggak pernah jujur pada masyarakat," kata Musni kepada merdeka.com, Senin (8/4).

Menurut Musni, sudah lama masyarakat merindukan kejujuran dari para pemimpin. Sehingga ketika 11 prajurit Kopassus berani jujur dan mengakui kesalahan, maka masyarakat luas akan berbondong-bondong mengapresiasi. Akhirnya, banjir dukungan pun terjadi.

"Di masyarakat kita, trust (kejujuran) itu hilang. Ketika 11 anggota Kopassus mengakui bersalah, mereka mendapat apresiasi itu," lanjutnya.

Meski menilai positif dukungan kepada pelaku penembakan empat tahanan Lapas Cebongan, Musni berharap masyarakat juga tidak boleh melupakan kesalahan mereka. 11 pelaku harus diproses lebih lanjut di meja hijau.

"Jadi harus diproses kesalahan secara hukum. Kejujuran yang harus dicontoh masyarakat, terutama pemimpin. Jujur melakukan sesuatu itu langka," tuturnya.
[cob]

Ramai-Ramai Dukung Pembunuh (1)



4 Bentuk dukungan terhadap Kopassus



Aksi 11 anggota Grup 2 Kopassus, Karangmenjangan menyerang lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta dan membunuh 4 narapidana titipan polisi menuia kontroversi. Sikap masyarakat terbelah menyikapi aksi pasukan elit TNI AD itu.

Sebagian masyarakat mengecam, namun tak sedikit pula justru mendukung. Bagi para pendukung, penyerangan lapas dianggap sebagai aksi pembersihan premanisme. Sebab itu mereka meminta anggota Kopassus tidak dihukum.

Seperti gerakan 'Satu Miliar dukungan untuk 11 anggota Kopassus' di Facebook. Admin fans page mengaku membuat gerakan untuk memberikan dukungan kepada para pelaku penyerangan agar tidak dihukum.

"Yuk ramai-ramai dukung 11 Kopassus pembersih Sampah masyarakat di LAPAS CEBONGAN agar tidak dipidanakan tapi diberi penghargaan. Like dan sebarkan ya!!" tulis Admin.

Selain lewat Facebook, dukungan juga muncul lewat spanduk, aksi unjuk rasa, dan lewat pesan pendek (SMS). Berikut ini empat dukungan terhadap aksi Kopassus:

4 Bentuk dukungan terhadap Kopassus

Reporter : Mohamad Taufik
Senin, 8 April 2013 11:10:33

1. Satu miliar dukungan untuk 11 Kopassus di Facebook

Sebelum pelaku penembakan Lapas Cebongan terungkap, muncul akun bernama Idjon Djanbi di Facebook. Dia membela Kopassus dan menuding polisi menjadi pelaku penyerangan lapas yang mengakibatkan empat tahanan tewas.

Namun setelah terbukti Kopassus terlibat dengan menyeret 11 anggota Grup 2 Kopassus Karangmenjangan, kini muncul gerakan 'Satu Miliar dukungan untuk 11 anggota Kopassus' di Facebook.

Admin fans page mengaku membuat gerakan ini untuk memberikan dukungan pada 11 anggota Kopassus itu agar tidak dihukum.

"Yuk ramai-ramai dukung 11 Kopassus pembersih Sampah masyarakat di LAPAS CEBONGAN agar tidak dipidanakan tapi diberi penghargaan. Like dan sebarkan ya!!" tulis Admin.

Fans page ini dibuat Kamis (4/4) lalu, setelah ketua tim investigasi Mabes TNI merilis pelaku penyerangan adalah 11 anggota Kopassus.

Hingga kini sudah ada 23.244 orang yang mendukung gerakan ini. Kebanyakan mereka menuliskan dukungan karena aksi Kopassus tersebut dianggap telah menghabisi preman.

"Hidup kopasus berantas premanisme. Sekalian berantas yang bersembunyi di balik Hak Asasi Manusia (HAM) itu. Memangnya preman kenal HAM. TNI terus jaya, jangan mundur dengan gertakan HAM," tulis salah seorang pendukung bernama Wayono.

Lalu ada juga Wahyudi yang menulis. "Hanya Kopassus yang bisa berantas premanisme." Sementara itu Semar menulis "Kopassus emang tiada duanya. Teruskan perjuangan brantas premanisme."

Belum diketahui siapa di balik dukungan ini.

 

2. Dukungan spanduk untuk Kopassus di Solo

Beberapa spanduk dukungan terhadap Kopassus juga muncul di Kota Solo, Jawa Tengah. Misalnya di perempatan Jalan Gendengan, Purwosari serta di area perempatan Gladag.

Ormas Mega Bintang Solo misalnya, memasang spanduk berisi dukungan kepada TNI/Polri memberantas premanisme di Indonesia, di perempatan Gendengan Purwosari. Spanduk atas nama Mega Bintang tersebut bertuliskan "Dukung TNI/Polri Brantas Premanisme".

Tokoh ormas Mega Bintang, Mudrick M Sangidoe, mengaku memasang spanduk tersebut Sabtu (30/3) lalu. Tujuanya untuk mengajak masyarakat bersama-sama memberantas premanisme yang meresahkan.

Tepat di bawahnya, terpasang juga spanduk lain yang bertuliskan "Kami Bangga dan Salut pada Jiwa Ksatria Prajurit Kopassus".
Namun pada spanduk berwarna dasar merah muda dengan tulisan hitam tersebut tak tertulis logo ormas atau dari kelompok tertentu yang memasang spanduk.
Namun Mudrick mengaku tidak tahu."Itu bukan milik Mega Bintang. Tapi saya mendukung dan setuju dengan spanduk itu," katanya

3. Demo warga Yogya mendukung Kopassus

Minggu (7/4) kemarin, di Yogyakarta ada ratusan orang menggelar unjuk rasa mendukung Kopassus. Aksi mereka untuk menolak pelbagai aksi premanisme. Aksi mendukung pemberantasan premanisme ini digelar di perempatan Tugu Yogyakarta.

Warga melakukan orasi kemudian mereka ramai-ramai mengumpulkan koin untuk anggota Kopassus Serka Heru Santosa dan Sertu Sriyono. Koin yang terkumpul nantinya akan diserahkan kepada keluarga korban. Mereka juga menggelar doa untuk dua anggota Kopassus yang meninggal.

Selain itu, mereka juga menggelar aksi long march dari perempatan Tugu menuju patung Jenderal Sudirman di halaman DPRD DIY. Warga Yogya yang mengikuti aksi ini menginginkan Yogyakarta bebas dari segala bentuk premanisme.

Mereka mendukung segala upaya dalam memberantas premanisme karena aksi-aksi premanisme telah meresahkan semua warga. Aksi long march tersebut membawa serta foto Sertu Heru Santosa dan membentangkan bendera Merah Putih berukuran besar.

Warga juga membentangkan berbagai spanduk yang antara lain bertuliskan,”Rakyat-TNI Bersatu Berantas Preman dan Preman Berkedok Agama,” “Terimakasih Kopassus, Yogya Aman Preman Meninggal,” “Preman Itu Pengecut Yang Tak Berperasaan,” dan lain-lain.

4. Dukungan SMS terhadap Kopassus beredar

Selain dukungan lewat Facebook, sepanduk, dan aksi unjuk rasa, dukungan terhadap Kopassus juga menyebar lewat pesan pendek (SMS) dan BlackBerry Messenger (BBM) setelah pengumuman Tim investigasi TNI AD beberapa waktu lalu.

Berikut kutipan lengkap BBM berantai yang beredar di masyarakat:

"PESAN KORSA" Kami menyatakan: rasa BANGGA dan HORMAT serta Siap memimpin GERAKAN JIWA KORSA untuk menjaga keutuhan MORIL PRAJURIT TNI (AD). Apapun? yang terjadi yang? dilakukan oleh adik adik kita di Kartosuro bagi saya mereka adalah Pahlawan Pemberani dan ini adalah ASET POTENSI kemampuan Prajurit terlatih untuk membunuh bukan untuk dibunuh. Biarkan dunia tahu dan itu ada efek Jera bagi mereka yang arogan serta mendholimi TNI.

Jangan melihat apa yang dilakukan tetapi mari kita lihat kepada siapa mereka melakukan. Empat pelaku pengeroyokan yang menewaskan satu orang aggota KPS itu adalah Penjahat yang dipelihara dan kepergok? takut modus sindikat kejahatannya terbongkar.

Para pemimpin TNI tidak perlu takut kebakaran jenggot tidak perlu bicara citra TNI, tetapi semua dan terbelenggu dalam ketakutan. Hukum Rimba terkadang sangat dibutuhkan ketika Hukum Tinta sudah menjadi ladang orang.

Jadi bagi saya Reaksi Prajurit? adalah Prestasi dan Potensi Kemampuan Skil Prajurit (RAIDS) perlu dikembangkan serta disiapkan ketika diperlukan oleh Negara bukan malah dibinasakan. Malam ini juga Hitungan detik? Pesan Amanat ini hrs sampai ke 1.000 Prajurit. Terimakasih Salam Korsa buat Pahlawanku disana. ! KOMANDO...!!.