Selasa, Maret 12, 2013

Bebas Miskin dengan Lima Pohon Pepaya

Syaefurrahman Al-Banjary:

Bebas Miskin dengan Lima Pohon Pepaya


Mungkinkah masyarakat bebas dari kemiskinan hanya dengan menanam lima pohon papaya? Rasanya tidak mungkin. Tapi itulah mimpi seorang Syaefurrahman Al-banjary, petani kayu jabon yang kini sedang mengembangkan pepaya California.
Nama lengkapnya Syaefurrochman Achmad, SH, M.Si. Tapi di media biasa dikenal sebagai Syaefurrahman Al-Banjary. Nama ini sempat menghiasai sejumlah media massa nasional, bahkan televisi nasional, ketika DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang Penyiaran antara tahun 2000-2002. Sebagai Sekjen Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ketika itu, Syaefurrahman sangat vokal mengkritisi RUU tersebut karena hendak mengkriminalisasi kegiatan jurnalistik.
Selepas menekuni bidang jurnalistik penyiaran di antv selama 16 tahun (sebagai eksekutive news producer), diam-diam ia muncul dengan predikat pak tani. Ia berhasil menghijaukan hutan dengan menanam kayu jabon (antocephalus cadamba) bersama ribuan petani lainnya yang digerakkan melalui program kebun bibit rakyat di Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Bogor dan Semarang.
Saat ini, ia sedang mengkampanyekan program pangan lestari melalui penanaman sayuran di halaman rumah dan penanaman lima pohon papaya di setiap rumah tangga binaan. Dengan program ini setiap rumah tangga bisa berhemat Rp150.000 perbulan, dan mendapat penghasilan Rp500.000 dari penjualan buah papaya perbulan. Pohon papaya bisa bebuah hingga tahun ke empat.  Ada sekitar 10 ribu rumah binaan yang sedang digarap bersama mitranya melalui Yayasan Komunitas Masyarakat Desa Mandiri.

Awalnya Jabonisasi
Syaefurrahman Al-banjary menekuni bidang pertanian sejak tahun 2009. Awalnya memang hanya menanam sekitar 20 ribu pohon kayu jabon di lahan sendiri di kampung halamannya, di Banjarnegara Jawa Tengah. Namun setelah perkembangan pohon cukup bagus, Syaefur kemudian mengajak banyak mitra, antara lain para petani pemilik lahan tidur dan petani penggarap. Dengan pola bagi hasil kini total pohon yang ditanam sudah lebih 50 ribu pohon tersebar di Kabupaten Banjarnegara, kebumen, Purbalingga, Bogor dan Semarang.
Ketika pemerintah menggelorakan menanam satu milyar pohon, Syaefur juga menggerakkan pemuda-pemuda untuk membuat kebun bibit rakyat, dan dengan bantuan pemerintah telah ditanam sekitar 300 ribu pohon jabon dan albasia (sengon). Langkah ini dilakukan karena Syaefur melihat bisnis kayu sedang naik daun tetapi suplai kayu sangat terbatas. Ada lima pabrik kayu di Jawa tengah tak beroperasi karena  tak ada kayu yang berhasil diolah setelah ratusan hektar lahan kayu sengon (albasia) dimakan tumor yang merusak kayu. Sejak itu petani beralih ke kayu jabon.
Setelah tiga tahun berjalan, kini Syaefur memang tinggal menunggu pembesaran kayunya, dan diharapkan tahun ke enam dapat dipanen dengan diameter rata-rata sekitar 25 cm. Kebun jabon di Bogor malah sudah dipanen dengan diameter 30 cm, dalam usia 3 tahun. Harga jabon saat ini Rp780.000 per meter kubik.
Bidang ini memang tidak ada hubungannya dengan latar belakangnya sebagai sarjana hukum lulusan Universitas Diponegoro dan Magister Ilmu kepolisian Universitas Indonesia. Bidang pertanian ditekuni sebagai warisan orang tuanya. Maklum Syaefur, demikian akrab dipanggil, adalah anak seorang pak tani. Jadi wajar kalau bidang pertanian selalu akrab dengannya.

Pepaya California
Mimpinya saat ini adalah memberdayakan petani. Meski lahan pertanian makin susut, Syaefurrahman tak kurang akal. Dengan bekal pergaulannya dengan mantan Menko Kesra dan Taskin Prof. Haryono Suyono, Syaefur bukan hanya mengembangkan kayu jabon (antocephalus cadamba), tetapi juga mengembangkan tanaman pepaya hasil pemuliaan IPB (Institut Pertanian Bogor), yakni papaya calina atau yang sering disebut banyak pedagang adalah papaya California.
“Saat ini kebutuhan buah papaya segar baru mampu 25 persen. Ini peluang bagus buat petani pepaya,” kata Syaefurrahman yang juga dosen penyiaran Universitas Mercu Buana Jakarta.
Ditanya mengapa papaya yang dipilih, jawabannya adalah karena buah ini kaya manfaat dan pasarnya bagus. Pepaya ini dipilih karena beberapa pertimbangan: pertama, waktu tanam relatif singkat yaitu dua bulan sudah mulai berbunga dan enam bulan atau tujuh sudah dapat dipanen. Kedua pemasaran  mudah, ketiga biaya tanam dan perawatan yang dikeluarkan relatif terjangkau, keempat, hasil panen relatif lebih baik dibandingkan  tanaman lain seperti jagung, kacang tanah, ataupun kacang panjang.
Kandungan nutrisi buah papaya antara lain vitamin A, B1, B2, C, kalsium, posfor, kalium, karbohidrat, protein, lemak dan serat. Kandungan betakaroten dalam papaya berfungsi sebagai antioksidan.  
Untuk meningkatkan nilai tambah petani, pepaya juga dapat dibuat manisan basah maupun kering, selai, saus, jam, keripik, dodol, jus, sirup, dan sambal papaya, dan lain-lain. Semua ini jelas membuka peluang kerja, kalau mau dikembangkan.
Untuk itulah Syaefurrahman melalui Yayasan Komunitas Masyarakat Desa Mandiri yang dipimpinnya, sedang mengembangkan program pangan lestari dengan budidaya pepaya California berbasis rumah tangga. Sasarannya bukan para pemilik lahan luas. Cukup ditanam di halamannya rumahnya sendiri. Ada sekitar 10 ribu rumah tangga yang sedang digarap bersama mitranya.

Pangan Lestari
Program rumah pangan lestari sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Menteri Pertanian Suswono pada Oktober 2012 kepada delegasi D-8 (Negara-negara berkembang) di NTB.  Program ini, kata Suswono, sebagai upaya memaksimalkan lahan pekarangan sebagai sumber gizi dan nutrisi, terutama produk-produk untuk ternak unggas, akuakultur, dan hortikultura. Dengan model ini, menurut Mentan, setiap keluarga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan bergizi.
Jauh sebelum itu Kepala BKKBN Prof. Dr. Haryono Suyono memperkenalkan Kebun Bergizi hingga sekarang melalui Yayasan Damandiri dan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam program pangan lestari versi Syaefurrahman, setiap rumah tangga cukup menanam 5 pohon pepaya California. Dari sini bisa dipanen 200 kg buah pepaya per bulan, atau jika dijual buah segar dengan harga Rp2.500 per kg, dapat menghasilkan Rp500.000/ bulan.
Bagi rumah tangga di pedesaan, penghasilan tambahan sebesar ini cukup lumayan. Apalagi jika halaman rumahnya juga ditanam sayuran dengan polibek dan pot bersusun, akan mampu mengurangi belanja sayuran Rp150 ribu perbulan.
Syaefurrahman menyadari bahwa program ini sangat sederhana, tetapi nyatanya tidak dilakukan. Masih banyak halaman rumah di pedesaan dibiarkan mubazir. Padahal, kata alumni HMI ini,  “innal mubadz-dzirina kaanu ikhwaanasy-syayaahtiin (sesungguhnya mubadzir itu kawannya setan).
“Jadi yang diperlukan sekarang bukan program yang muluk-muluk untuk memberdayakan masyarakat. Yang sederhana saja dahulu. Tinggal kita awasi saja. Tiap 50 rumah tangga, harus ada kordinator pengawasannya. Kordinator ini tugasnya mengontrol bagaimana pertumbuhan pohon papaya, bagaimana pertumbuhan sayur mayurnya. Nanti menjelang panen, sekitar bulan ke tujuh, kita adakan pelatihan membuat produk olahan berbahan buah papaya. Sasarannya ibu-ibu PKK,” kata Syaefurrahman.
Program yang sedang dilakukan ini sesungguhnya merupakan jabaran dari upaya mengentaskan kemiskinan yang melibatkan ibu-ibu, sehingga keluarga bisa sehat dengan makan sayur, dan kebutuhannya rumah tangganya terpenuhi.
“Sesungguhnyan ini arahnya adalah membantu pemerintah mensukseskan MDGS (Millenium Development Goals) atau program pembangunan millennium,” kata Syaefurrahman, yang saat ini juga masih aktif sebagai jurnalis yang mengelola beberapa televisi internet, antara lain wartatv.com, tvmui.com, tvpramuka.com, tvsyariah.com, dan tvparlemen.com, dan tvukm.com. (Alfian Siregar)